Disaat
kita sakit harus kita sadari bahwa keadaan sakit ini lebih sedikit dan sebentar
dibanding keadaan sehat. Yang perlu dipahami bahwa Allah menetapkan suatu
keadaan bahwa dibalik setiap peristiwa itu terdapat hikmah, baik diketahui atau
tidak. Agar sakit itu berbuah kebahagiaan, bukan keluh kesah, hendaknya seorang
muslim mengetahui janji-janji yang Allah berikan, baik dalam Al Quran maupun
melalui lisan Rasul-Nya, Muhammad. Hal lain yang seyogyanya diketahui oleh
seorang muslim adalah tidaklah Allah menciptakan suatu penyakit kecuali Dia
juga menciptakan penawarnya. Hal ini sebagaimana yang disabdakan Rasulullah. “Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali
Dia juga menurunkan penawarnya.” (HR Bukhari).
“Setiap
penyakit ada obatnya. Apabila obat itu tepat untuk suatu penyakit, penyakit itu
akan sembuh dengan seizin Allah ‘Azza wa Jalla.” (HR Muslim)
Kesembuhan
Itu Hanya Datang dari Allah
Allah
berfirman menceritakan kekasih-Nya, Ibrahim ‘alaihissalam,
“Dan
apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku.” [QS Asy Syu’ara: 80]
Di
surat Al An’am (ayat: 17), “Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan
kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika
Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu.”
Maka
obat dan dokter hanyalah cara untuk mencari kesembuhan, sedangkan kesembuhan
hanya datang dari Allah. Karena Dia sendiri menyatakan demikian, “Dialah yang
menciptakan segala sesuatu.” Semujarab apapun obat dan sesepesialis dokter itu,
namun jika Allah tidak menghendaki kesembuhan, kesembuhan itu juga tidak akan
didapat.
“Dan Kami turunkan dari Al Quran (sesuatu)
yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang beriman.” (QS Al Isra’:
82)
Juga
firman-Nya, “Katakanlah, Al Quran adalah petunjuk dan penawar bagi
orang-orang mukmin.” [QS Fushshilat: 44]
Imam
Abul Fida’ Ibnu Katsir rahimahullah berkata ketika menafsirkan ayat شِفَاءٌ وَ
رَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِيْنَ, “Artinya menghilangkan apa yang ada di dalam hati
dari penyakit-penyakit berupa keraguan, kemunafikan, kesyirikan, keberpalingan,
dan kecondongan (kepada kebatilan). Maka Al Quran dapat menyembuhkan dari semua
(penyakit) itu.” (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 9: 70)
Untuk
obat penyakit yang menyerang fisik, syariat telah menyediakan dua cara
pengobatan yang boleh digabungkan sekaligus, yaitu pengobatan yang bersifat
abstrak ruhani dan pengobatan dengan materi-materi tertentu.
Pengobatan
pertama adalah dengan membacakan Al Quran dan doa yang ma’tsur kepada si sakit
atau yang lebih dikenal dengan ruqyah. Yang dimaksud ruqyah di sini tidak hanya
sebatas ruqyah untuk orang yang terkena sihir dan guna-guna, akan tetapi untuk
setiap penyakit. Pengobatan macam ini boleh jadi lebih manjur dan cepat
reaksinya.
Ketika
Rasulullah mendapati ‘Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu saat perang
Khaibar dalam keadaan sakit matanya, beliau pun meludahi kedua mata ‘Ali dan
mendoakan kesembuhan untuknya, maka seketika itu pula sembuh seakan-akan tidak
ada sakit sebelumnya. [HR Al Bukhari]
Hal
yang sama juga dialami oleh sekelompok shahabat radhiyallahu ‘anhum ajma’in
yang ada salah satu di antara mereka yang meruqyah dengan membacakan surat Al
Fatihah kepada penghulu suatu kampung yang tersengat kala jengking, setelah
dibacakan surat Al Fatihah, seketika itu juga sembuh. Berita itu pun akhirnya
diceritakan kepada Rasulullah, lalu beliau berkomentar, “Apa yang membuatmu
tahu bahwa Al Fatihah adalah ruqyah?” (HR. Bukhari)
Yang
menarik di sini adalah pengalaman dan pengakuan Ibnul Qayyim dalam kedua
bukunya, Zadul Ma’ad (4: 178) dan Ad Da’ wad Dawa’ (hal. 23), “Suatu ketika aku
pernah jatuh sakit namun aku tidak menemui dokter atau obat penyembuh. Lantas
aku berusaha mengobati diriku dengan surat Al Fatihah, aku pun melihat pengaruh
yang sangat menakjubkan. Aku mengambil segelas air zamzam dan membacakannya
surat Al Fatihah berulang kali, lalu aku meminumnya sehingga aku mendapatkan
kesembuhan total. Selanjutnya aku bersandar dengan cara seperti itu dalam
mengobati berbagai penyakit dan aku mendapatkan manfaat besar. Kemudian aku
beritahukan orang banyak yang mengeluhkan suatu penyakit dan banyak dari mereka
yang sembuh dengan cepat.”
Pengobatan
kedua dengan memanfaatkan berbagai materi tertentu yang disebutkan oleh
syariat. Di antaranya adalah berobat dengan jinten hitam atau habbatu sauda’.
Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya di dalam habbatu sauda’ terdapat obat
untuk semua penyakit kecuali kematian.” (HR. Bukhari dan Muslim). Begitu
juga dengan madu, sebagaimana firman Allah Jalla wa ‘Ala, “Dari perut lebah
itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat
obat yang menyembuhkan bagi manusia.” (QS. An Nahl: 69)
Selain
itu, ada pula pengobatan dengan cara mengeluarkan darah kotor dengan alat
tertentu semacam tanduk atau alat yang modern lagi yang biasa dikenal dengan
bekam (hijamah). Rasulullah pernah bersabda, “Sesungguhnya sebaik-baik apa
yang kalian perbuat untuk mengobati penyakit adalah dengan berbekam.” (HR
Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan lainnya)
Setelah kita
berikhtiar melakukan pengobatan terhadap penyakit yang kita derita, baik
melalui pengobatan dhohir serta pengobatan batin yang sesuai dengan syariat
maka langkah yang harus kita lakukan adalah menenangkan jiwa. Jiwa yang tenang
adalah jiwa yang beriman kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala, jiwa yang selalu
membenarkan apa yang Allâh Subhanahu wa Ta’ala katakan dan jiwa yang taat
kepada perintah-perintah Allâh Subhanahu wa Ta’ala, karena konsekuensi dari keimanan
adalah membenarkan seluruh yang Allâh katakan dan taat kepada seluruh perintah
Allâh Subhanahu wa Ta’ala. Baik sangka kita kepada Allah menentukan nasib pengobatan
kita. Jangan pernah berputus asa dari rahmat dan kasih sayang. Namun prasangka
(husnu dzon) kepada Allah yang disebutkan dalam berbagai riwayat itu harus
disertai dengan amal soleh dan menjaga syariat-Nya. Dan jika berbaik sangka
kepada Allah namun meremehkan perbuatan dosa, maka husnudzon itu
tak akan ada manfaatnya.
Daftar Pustaka :
Semoga kita bisa berhuznudhon disaat kita sakit
BalasHapus