Senin, 12 November 2018

KETENANGAN JIWA OBAT DARI BERBAGAI PENYAKIT

Disaat kita sakit harus kita sadari bahwa keadaan sakit ini lebih sedikit dan sebentar dibanding keadaan sehat. Yang perlu dipahami bahwa Allah menetapkan suatu keadaan bahwa dibalik setiap peristiwa itu terdapat hikmah, baik diketahui atau tidak. Agar sakit itu berbuah kebahagiaan, bukan keluh kesah, hendaknya seorang muslim mengetahui janji-janji yang Allah berikan, baik dalam Al Quran maupun melalui lisan Rasul-Nya, Muhammad. Hal lain yang seyogyanya diketahui oleh seorang muslim adalah tidaklah Allah menciptakan suatu penyakit kecuali Dia juga menciptakan penawarnya. Hal ini sebagaimana yang disabdakan Rasulullah.  “Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia juga menurunkan penawarnya.” (HR Bukhari).
 “Setiap penyakit ada obatnya. Apabila obat itu tepat untuk suatu penyakit, penyakit itu akan sembuh dengan seizin Allah ‘Azza wa Jalla.” (HR Muslim)
Kesembuhan Itu Hanya Datang dari Allah
Allah berfirman menceritakan kekasih-Nya, Ibrahim ‘alaihissalam,
 “Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku.” [QS Asy Syu’ara: 80]
Di surat Al An’am (ayat: 17), “Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu.”
Maka obat dan dokter hanyalah cara untuk mencari kesembuhan, sedangkan kesembuhan hanya datang dari Allah. Karena Dia sendiri menyatakan demikian, “Dialah yang menciptakan segala sesuatu.” Semujarab apapun obat dan sesepesialis dokter itu, namun jika Allah tidak menghendaki kesembuhan, kesembuhan itu juga tidak akan didapat.
 “Dan Kami turunkan dari Al Quran (sesuatu) yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang beriman.” (QS Al Isra’: 82)
Juga firman-Nya, “Katakanlah, Al Quran adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin.” [QS Fushshilat: 44]
Imam Abul Fida’ Ibnu Katsir rahimahullah berkata ketika menafsirkan ayat شِفَاءٌ وَ رَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِيْنَ, “Artinya menghilangkan apa yang ada di dalam hati dari penyakit-penyakit berupa keraguan, kemunafikan, kesyirikan, keberpalingan, dan kecondongan (kepada kebatilan). Maka Al Quran dapat menyembuhkan dari semua (penyakit) itu.” (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 9: 70)
Untuk obat penyakit yang menyerang fisik, syariat telah menyediakan dua cara pengobatan yang boleh digabungkan sekaligus, yaitu pengobatan yang bersifat abstrak ruhani dan pengobatan dengan materi-materi tertentu.
Pengobatan pertama adalah dengan membacakan Al Quran dan doa yang ma’tsur kepada si sakit atau yang lebih dikenal dengan ruqyah. Yang dimaksud ruqyah di sini tidak hanya sebatas ruqyah untuk orang yang terkena sihir dan guna-guna, akan tetapi untuk setiap penyakit. Pengobatan macam ini boleh jadi lebih manjur dan cepat reaksinya.
Ketika Rasulullah  mendapati ‘Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu saat perang Khaibar dalam keadaan sakit matanya, beliau pun meludahi kedua mata ‘Ali dan mendoakan kesembuhan untuknya, maka seketika itu pula sembuh seakan-akan tidak ada sakit sebelumnya. [HR Al Bukhari]
Hal yang sama juga dialami oleh sekelompok shahabat radhiyallahu ‘anhum ajma’in yang ada salah satu di antara mereka yang meruqyah dengan membacakan surat Al Fatihah kepada penghulu suatu kampung yang tersengat kala jengking, setelah dibacakan surat Al Fatihah, seketika itu juga sembuh. Berita itu pun akhirnya diceritakan kepada Rasulullah, lalu beliau berkomentar, “Apa yang membuatmu tahu bahwa Al Fatihah adalah ruqyah?” (HR. Bukhari)
Yang menarik di sini adalah pengalaman dan pengakuan Ibnul Qayyim dalam kedua bukunya, Zadul Ma’ad (4: 178) dan Ad Da’ wad Dawa’ (hal. 23), “Suatu ketika aku pernah jatuh sakit namun aku tidak menemui dokter atau obat penyembuh. Lantas aku berusaha mengobati diriku dengan surat Al Fatihah, aku pun melihat pengaruh yang sangat menakjubkan. Aku mengambil segelas air zamzam dan membacakannya surat Al Fatihah berulang kali, lalu aku meminumnya sehingga aku mendapatkan kesembuhan total. Selanjutnya aku bersandar dengan cara seperti itu dalam mengobati berbagai penyakit dan aku mendapatkan manfaat besar. Kemudian aku beritahukan orang banyak yang mengeluhkan suatu penyakit dan banyak dari mereka yang sembuh dengan cepat.”
Pengobatan kedua dengan memanfaatkan berbagai materi tertentu yang disebutkan oleh syariat. Di antaranya adalah berobat dengan jinten hitam atau habbatu sauda’. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya di dalam habbatu sauda’ terdapat obat untuk semua penyakit kecuali kematian.” (HR. Bukhari dan Muslim). Begitu juga dengan madu, sebagaimana firman Allah Jalla wa ‘Ala, “Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia.” (QS. An Nahl: 69)
Selain itu, ada pula pengobatan dengan cara mengeluarkan darah kotor dengan alat tertentu semacam tanduk atau alat yang modern lagi yang biasa dikenal dengan bekam (hijamah). Rasulullah pernah bersabda, “Sesungguhnya sebaik-baik apa yang kalian perbuat untuk mengobati penyakit adalah dengan berbekam.” (HR Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan lainnya)
Setelah kita berikhtiar melakukan pengobatan terhadap penyakit yang kita derita, baik melalui pengobatan dhohir serta pengobatan batin yang sesuai dengan syariat maka langkah yang harus kita lakukan adalah menenangkan jiwa. Jiwa yang tenang adalah jiwa yang beriman kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala, jiwa yang selalu membenarkan apa yang Allâh Subhanahu wa Ta’ala katakan dan jiwa yang taat kepada perintah-perintah Allâh Subhanahu wa Ta’ala, karena konsekuensi dari keimanan adalah membenarkan seluruh yang Allâh katakan dan taat kepada seluruh perintah Allâh Subhanahu wa Ta’ala. Baik sangka kita kepada Allah menentukan nasib pengobatan kita. Jangan pernah berputus asa dari rahmat dan kasih sayang. Namun prasangka (husnu dzon) kepada Allah yang disebutkan dalam berbagai riwayat itu harus disertai dengan amal soleh dan menjaga syariat-Nya. Dan jika berbaik sangka kepada Allah namun meremehkan perbuatan dosa, maka husnudzon itu tak akan ada manfaatnya.

Daftar Pustaka :

1 komentar: