Rabu, 04 Oktober 2017

PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN

Komitmen menurut  Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perjanjian (keterikatan) untuk melakukan sesuatu; kontrak.
Pejabat Pembuat Komitmen menurut Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 dan Perubahannya adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
PPK merupakan Pejabat yang ditetapkan oleh PA/KPA untuk melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa.
Untuk ditetapkan sebagai PPK harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.       memiliki integritas
b.      memiliki disiplin tinggi
c.       memiliki tanggung jawab dan kualifikasi teknis serta manajerial untuk melaksanakan tugas;
d.   mampu mengambil keputusan, bertindak tegas dan memiliki keteladanan dalam sikap perilaku serta  tidak pernah terlibat KKN;
e.      menandatangani Pakta Integritas;
f.  tidak menjabat sebagai Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) atau Bendahara; dan
g.     memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa.
Persyaratan tidak menjabat sebagai PPSPM dikecualikan untuk PA/KPA yang bertindak sebagai PPK.
Dalam hal tidak ada personil yang memenuhi persyaratan untuk ditunjuk sebagai PPK, dikecualikan untuk:
a.       PPK yang dijabat oleh pejabat eselon I dan II di K/L/D/I; dan/atau
b.      PA/KPA yang bertindak sebagai PPK.
Persyaratan manajerial adalah:
a.  berpendidikan paling kurang Sarjana Strata Satu (S1) dengan bidang keahlian yang sedapat mungkin sesuai dengan tuntutan pekerjaan;
b.  memiliki pengalaman paling kurang 2 (dua) tahun terlibat secara aktif dalam kegiatan yang berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa;
c.      memiliki kemampuan kerja secara berkelompok dalam melaksanakan setiap tugas/pekerjaannya.
PPK memiliki tugas pokok dan kewenangan sebagai berikut:
a.       menetapkan rencana pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa yang meliputi:
1)       spesifikasi teknis Barang/ Jasa;
Dalam menetapkan spesifikasi teknis tersebut, PPK memperhatikan spesifikasi teknis dalam Rencana Umum Pengadaan dan masukan/rekomendasi dari pengguna/ penerima akhir.
2)      Harga Perkiraan Sendiri (HPS); dan
3)      Rancangan Kontrak.
b.      menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;
c.  menyetujui bukti pembelian atau menandatangani Kuitansi/Surat Perintah Kerja (SPK)/surat perjanjian;
Pada tingkat SKPD, PPK menyetujui bukti pembelian atau/ Kontrak/ Surat Perintah Kerja (SPK) berdasarkan pendelegasian wewenang dari PA/KPA
d.      melaksanakan Kontrak dengan Penyedia Barang/Jasa;
e.      mengendalikan pelaksanaan Kontrak;
f.        melaporkan pelaksanaan/penyelesaian Pengadaan Barang/Jasa  kepada PA/KPA;
g.  menyerahkan hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA dengan Berita Acara Penyerahan;
h.  melaporkan kemajuan pekerjaan termasuk penyerapan anggaran dan hambatan pelaksanaan pekerjaan kepada PA/KPA setiap triwulan; dan
i.         menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Selain tugas pokok dan kewenangannya,  dalam hal diperlukan, PPK dapat:
a.       mengusulkan kepada PA/KPA:
1)      perubahan paket pekerjaan; dan/atau
2)      perubahan jadwal kegiatan pengadaan;
Dalam melakukan pengkajian ulang paket pekerjaan dapat terjadi perubahan total nilai paket pekerjaan maupun Harga Satuan.
b.      menetapkan tim pendukung;
Tugas pokok dan kewenangan serta persyaratan tim pendukung ditetapkan oleh PPK.
c.    menetapkan tim atau tenaga ahli pemberi penjelasan teknis untuk membantu pelaksanaan tugas ULP; dan
Yang dimaksud dengan tim atau tenaga ahli pemberi penjelasan teknis adalah tim yang mempunyai kemampuan untuk memberikan masukan dan penjelasan teknis tentang spesifikasi Barang/Jasa pada rapat penjelasan.
d.      menetapkan besaran Uang Muka yang akan dibayarkan kepada Penyedia Barang/Jasa.
PPK dilarang mengadakan ikatan perjanjian atau menandatangani Kontrak dengan Penyedia Barang/Jasa apabila belum tersedia anggaran atau tidak cukup tersedia anggaran yang dapat mengakibatkan dilampauinya batas anggaran yang tersedia untuk kegiatan yang dibiayai dari APBN/APBD.

Kamis, 03 Agustus 2017

PERBEDAAN SPESIFIKASI TEKNIS DENGAN METODE PELAKSANAAN

A.   Spesifikasi Teknis
Spesifikasi Teknis adalah suatu uraian atau ketentuan-ketentuan yang disusun secara lengkap dan jelas mengenai suatu barang, metode atau hasil akhir pekerjaan yang dapat dibeli, dibangun atau dikembangkan oleh pihak lain sedemikian sehingga dapat memenuhi keinginan semua pihak yang terkait. Dalam pekerjaan Konstruksi, spesifikasi Teknis merupakan suatu tatanan teknik yang dapat membantu semua pihak yang terkait dengan pekerjaan konstruksi untuk sependapat dalam pemahaman sesuatu hal teknis tertentu yang terjadi dalam suatu pekerjaan. 
Spesifikasi disusun melalui penyaringan keinginan dengan tujuan tercapainya kebutuhan. Spesifikasi didefinisikan sebagai uraian mengenai persyaratan kinerja barang/jasa atau uraian yang terperinci mengenai persyaratan kualitas material dan pekerjaan yang diberikan penyedia. Spesifikasi teknis merupakan sumber dari seluruh proses pengadaan barang/jasa. Spesifikasi teknis sebagai dasar menyusun perkiraan biaya yang dibungkus dalam terminologi Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Kemudian perkiraan biaya ini menjadi salah satu komponen dalam menetapkan tipe dan ruang lingkup kontrak hingga didapatkannya barang/jasa. Berdasarkan Perpres 54 Tahun 2010 dan perubahannya, spesifikasi tidak diperbolehkan mengandung unsur rekayasa yang menghalangi persaingan seperti mengarah kepada merek tertentu, kecuali untuk suku cadang dan pengadaan langsung.
Untuk mendapat barang dan jasa yang berkualitas maka kita harus membuat spesifikasi terhadap barang/jasa tersebut dengan kualitas terbaik. Salah satu unsur penting dalam pengadaan barang dan jasa adalah menentukan spesifikasi teknis barang/jasa. Membuat spesifikasi teknis merupakan langkah awal dalam pengadaan barang/jasa sebelum menyusun harga perkiraan sendiri. Seseorang PPK yang memiliki kewenangan dalam pengadaan barang dan jasa dituntut mampu menerjemahkan kebutuhan pengguna kedalam sebuah spesifikasi teknis yang efektif, efisien dan dapat dipertanggung jawabkan. Pencapaian efektif dan efisien mengacu pada karakteristik pencapaian value for money yaitu spesifikasi teknis barang/jasa yang disusun memiliki lima karakteristik, yakni :

  1. Tepat mutu, kualitas sesuai dengan yang dibutuhkan
  1. Tempat jumlah, kuantitas sesuai dengan yang dibutuhkan
  1. Tempat waktu, barang/jasa diadakan saat dibutuhkan
  1. Tepat lokasi/sumber, barang/jasa berasal dari sumber yang sesuai dan dikirim/diterima pada tempat yang dituju
  1. Tepat harga diurutan paling akhir dengan memperhitungkan biaya-biaya yang efisien. (Samsul Ramli : 2014)

Spesifikasi dibuat dan ditetapkan oleh PPK. Dalam hal PPK tidak memiliki kompetensi yang cukup maka dapat dibantu oleh pihak lain, antara lain orang yang memiliki keahlian/kompeten, yang berasal bisa dari lingkungan sendiri ataupun dari luar kantor/instansi dan mereka ditetapkan oleh PPK sebagai tim ahli masalah spesifikasi barang dan jasa pemerintah. Atas dasar itu, penyusunan Spesifikasi teknis harus mampu menghasilkan barang/jasa yang tepat dalam kualitas, kuantitas, waktu, lokasi/sumber dan harga melalui proses yang dapat dipertanggungjawabkan.
PPK wajib menyimpan atau melakukan dokumentasi data terkait dengan tugas dan kewenangannya dalam proses pengadaan barang/jasa. PPK wajib menyimpan data terkait dengan pembuatan spsifikasi teknis, penyusunan HPS dan rancangan kontrak. Semua data terkait dapat digunakan sebagai bentuk pertanggung jawaban atas tugas yang dilakukan telah sesuai dengan prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Penyimpanan data pada PPK dilakukan sampai proses pertanggung jawaban dan audit berakhir. Namun demikian, untuk kepentingan arsip tetap dilakukan pengarsipan sesuai dengan ketentuan arsip. 
B.    Metode Pelaksanaan
Dalam melakukan suatu proyek konstruksi, diperlukan adanya suatu sistem manajemen yang baik jika proyek tersebut ingin berhasil dicapai. Berbagai metode dilakukan oleh pihak pelaksana untuk tercapainya tujuan proyek dengan baik. Metode-metode tersebut kemudian dikenal dengan istilah metode pelaksanaan konstruksi. Dimana semua metode itu mempunyai satu tujuan yang terpenting yaitu bagaimana menggabungkan semua sumber daya untuk tercapainya tujuan proyek tersebut. Salah satu sumber daya terpenting adalah peralatan konstruksi .
Metode pelaksanaan pekerjaan harus memenuhi persyaratan substantif yang meliputi tahapan/urutan pekerjaan dari awal sampai akhir secara garis besar dan uraian/cara kerja dari masing-masing jenis pekerjaan utama dan pekerjaan penunjang/sementara yang ikut menentukan keberhasilan pelaksanaan pekerjaan utama yang dapat dipertanggung jawabkan secara teknis dan diyakini menggambarkan penguasaan dalam penyelesaian pekerjaan. Penilaian metode pelaksanaan tidak mengevaluasi job-mix/ rincian/campuran/ komposisi material dari jenis pekerjaan; Jenis-jenis pekerjaan utama dan pekerjaan penunjang/ sementara yang ikut menentukan keberhasilan pelaksanaan pekerjaan utama ditetapkan dalam Dokumen Pengadaan.
Adapun maksud dari pembuatan metode pelaksanaan adalah agar kontraktor pelaksana mampu mengaplikasikan gambar desain menjadi bangunan konstruksi yang diharapkan dan tidak menyimpang dari apa yang sudah dirancang baik spesifikasi teknis, waktu, tenaga kerja dan mendapat hasil yang maksimal sesuai harapan yang di inginkan oleh semua pihak.


Daftar Pustaka :

Kamis, 13 Juli 2017

PENGADAAN JASA KONSULTANSI

1.    Jasa Konsultansi adalah jasa layanan profesional yang membutuhkan keahlian tertentu diberbagai bidang keilmuan yang mengutamakan adanya olah pikir (brainware).
2.      Pengadaan Jasa Konsultansi meliputi, namun tidak terbatas pada:
a.      jasa rekayasa (engineering);
b.  jasa perencanaan (planning),perancangan (design) dan pengawasan (supervision) untuk Pekerjaan Konstruksi;
c.   jasa perencanaan (planning), perancangan (design) dan pengawasan (supervision) untuk pekerjaan selain Pekerjaan Konstruksi, seperti transportasi, pendidikan, kesehatan, kehutanan, perikanan, kelautan, lingkungan hidup, kedirgantaraan, pengembangan usaha, perdagangan, pengembangan SDM, pariwisata, pos dan telekomunikasi, pertanian, perindustrian, pertambangan, energi;
d.  jasa keahlian profesi, seperti jasa penasehatan, jasa penilaian, jasa pendampingan, bantuan teknis, konsultan manajemen, konsultan hukum.
e.     Pekerjaan survei yang membutuhkan telaahan Tenaga Ahli.
3.  Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi dilakukan melalui negosiasi teknis dan biaya sehingga diperoleh harga yang sesuai dengan harga pasar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan.
4.      Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi dilakukan dengan:
a.       Seleksi yang terdiri atas Seleksi Umum dan Seleksi Sederhana;
b.      Penunjukan Langsung;
c.       Pengadaan Langsung; atau
d.      Sayembara.
5.   Persyaratan dan metode evaluasi teknis ditetapkan oleh Kelompok Kerja ULP/ Pejabat Pengadaan setelah mendapat masukan dari tim yang ahli dibidangnya.
Yang dimaksud dengan tim yang ahli dibidangnya adalah personil yang mempunyai keahlian atau kemampuan dalam bidang yang sesuai dengan Jasa Konsultansi yang akan diadakan.
Tim ahli dapat berasal dari Pegawai Negeri maupun non Pegawai Negeri.
6.      Metode evaluasi penawaran dalam pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi dapat dilakukan dengan menggunakan:
a.    Metode evaluasi berdasarkan kualitas adalah evaluasi penawaran berdasarkan kualitas penawaran teknis terbaik, dilanjutkan dengan klarifikasi dan negosiasi teknis serta biaya.
b. Metode evaluasi berdasarkan kualitas dan biaya adalah evaluasi penawaran berdasarkan nilai kombinasi terbaik penawaran teknis dan biaya terkoreksi dilanjutkan dengan klarifikasi dan negosiasi teknis serta biaya.
c.      Metode evaluasi berdasarkan Pagu Anggaran adalah evaluasi penawaran berdasarkan kualitas penawaran teknis terbaik dari peserta yang penawaran biaya terkoreksinya lebih kecil atau sama dengan Pagu Anggaran, dilanjutkan dengan klarifikasi dan negosiasi teknis serta biaya.
d. Metode evaluasi biaya terendah adalah evaluasi Pengadaan Jasa Konsultansi berdasarkan penawaran biaya terkoreksinya terendah dari konsultan yang nilai penawaran teknisnya diatas ambang batas persyaratan teknis yang telah ditentukan, dilanjutkan dengan klarifikasi dan negosiasi teknis serta biaya.
7.      Metode evaluasi berdasarkan kualitas digunakan untuk pekerjaan yang:
a.       mengutamakan kualitas penawaran teknis sebagai faktor yang menentukan terhadap hasil/manfaat (outcome) secara keseluruhan; dan/atau
b.      lingkup pekerjaan yang sulit ditetapkan dalam KAK.
Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi dengan evaluasi berdasarkan kualitas contohnya adalah Jasa Konsultansi yang bersifat kajian makro (masterplan, roadmap), penasihatan (advisory), perencanaan dan pengawasan pekerjaan kompleks, seperti desain pembuatan pembangkit tenaga  listrik, perencanaan terowongan di bawah laut dan desain pembangunan bandar udara internasional.
8.      Metode evaluasi berdasarkan kualitas dan biaya digunakan untuk pekerjaan yang:
a.  lingkup, keluaran (output), waktu penugasan dan halhal lain dapat diperkirakan dengan baik dalam KAK; dan/atau
b.      besarnya biaya dapat ditentukan dengan mudah, jelas dan tepat.
Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi dengan evaluasi berdasarkan kualitas dan biaya, contohnya adalah desain jaringan irigasi primer, desain jalan, studi kelayakan, konsultansi manajemen dan supervisi bangunan non-gedung.
9.      Metode evaluasi berdasarkan Pagu Anggaran digunakan untuk pekerjaan yang:
a.       sudah ada aturan yang mengatur (standar);
b.      dapat dirinci dengan tepat; atau
c.       anggarannya tidak melampaui pagu tertentu.
Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi dengan evaluasi berdasarkan Pagu Anggaran, contohnya adalah pekerjaan desain dan supervisi bangunan gedung serta pekerjaan survei dan pemetaan skala kecil.
10.  Metode evaluasi berdasarkan biaya terendah digunakan untuk pekerjaan yang bersifat sederhana dan standar.
Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi dengan evaluasi berdasarkan biaya terendah,
contohnya adalah desain dan/atau supervisi bangunan sederhana dan pengukuran skala kecil.
11. Kontrak Lump Sum merupakan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu sebagaimana ditetapkan dalam Kontrak, dengan ketentuan sebagai berikut:
a.       jumlah harga pasti dan tetap serta tidak dimungkinkan penyesuaian harga;
b.      semua risiko sepenuhnya ditanggung oleh Penyedia Barang/Jasa;
c.   pembayaran didasarkan pada tahapan produk/keluaran yang dihasilkan sesuai dengan isi Kontrak;
d.      sifat pekerjaan berorientasi kepada keluaran (output based);
e.       total harga penawaran bersifat mengikat; dan
      f.    tidak diperbolehkan adanya pekerjaan tambah/kurang.

PEDOMAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

1.      Prinsip-Prinsip Pengadaan
a.      Efisien, berarti Pengadaan Barang/Jasa harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang minimum untuk mencapai kualitas dan sasaran dalam waktu yang ditetapkan atau menggunakan dana yang telah ditetapkan untuk mencapai hasil dan sasaran dengan kualitas yang maksimum.
b.    Efektif, berarti Pengadaan Barang/ Jasa harus sesuai dengan kebutuhan dan sasaran yang telah ditetapkan serta memberikan manfaat yang sebesarbesarnya.
c.      Transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai Pengadaan Barang/Jasa bersifat jelas dan dapat diketahui secara luas oleh Penyedia Barang/Jasa yang berminat serta oleh masyarakat pada umumnya.
d.    Terbuka, berarti Pengadaan Barang/ Jasa dapat diikuti oleh semua Penyedia Barang/ Jasa yang memenuhi persyaratan/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas.
e.   Bersaing, berarti Pengadaan Barang/Jasa harus dilakukan melalui persaingan yang sehat diantara sebanyak mungkin Penyedia Barang/Jasa yang setara dan memenuhi persyaratan, sehingga dapat diperoleh Barang/ Jasa yang ditawarkan secara kompetitif dan tidak ada intervensi yang mengganggu terciptanya mekanisme pasar dalam Pengadaan Barang/Jasa.
f.     Adil/tidak diskriminatif, berarti memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon Penyedia  Barang/Jasa dan tidak mengarah untuk memberi keuntungan kepada pihak tertentu, dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.
g.   Akuntabel, berarti harus sesuai dengan aturan dan ketentuan yang terkait dengan Pengadaan Barang/Jasa sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
2.      Etika Pengadaan
a.  melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan Pengadaan Barang/Jasa;
b. bekerja secara profesional dan mandiri, serta  menjaga kerahasiaan Dokumen Pengadaan Barang/Jasa yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam Pengadaan Barang/Jasa;
c.  tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat terjadinya persaingan tidak sehat;
d.  menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan tertulis para pihak;
e.  menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan para pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses Pengadaan Barang/Jasa;
f.     menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan  negara dalam Pengadaan Barang/ Jasa;
g.  menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara; dan
h. tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat dan berupa apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa;

Sabtu, 17 Juni 2017

USAHA MIKRO DAN USAHA KECIL SERTA KOPERASI KECIL MENGERJAKAN PAKET USAHA DENGAN NILAI BERAPAPUN SELAMA MEREKA MAMPU

Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 Pasal 100 Ayat 3 berbunyi : “Nilai paket pekerjaan Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/ Jasa Lainnya sampai dengan Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah), diperuntukan bagi Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil, kecuali untuk paket pekerjaan yang menuntut kompetensi teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil”. Sedangkan dalam penjelasan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 Pasal 100 Ayat 3 berbunyi : Yang dimaksud dengan kompetensi teknis adalah memiliki kemampuan sumber daya manusia, teknis, modal dan peralatan yang cukup, contohnya pengadaan kendaraan, peralatan elektronik presisi tinggi, percetakan dengan security paper, walaupun nilainya dibawah Rp2.500.000.000 (dua miliar lima ratus juta rupiah), diberikan kepada Penyedia Barang/Jasa yang bukan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah serta koperasi kecil. Dari sumber hukum di atas, apakah ada kalimat yang membatasi usaha kecil HANYA boleh mengikuti pengadaan yang bernilai sampai dengan 2,5 M ?
Kalimat pada Pasal 100 Ayat 3 di atas merupakan kalimat perlindungan bagi Usaha Kecil yang menekankan bahwa pekerjaan yang bernilai sampai dengan 2,5 M HANYA BOLEH diikuti oleh usaha kecil. Hal ini agar usaha non kecil tidak melahap semua pengadaan yang ada sehingga dapat mematikan usaha kecil.
Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Pasal 6 Ayat 2 berbunyi : Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
  1. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
  2. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
Pada aturan di atas, terlihat jelas bahwa kriteria usaha kecil hanya pada kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan yang bernilai sampai dengan 2,5 M, bukan membatasi bahwa usaha kecil hanya boleh ikut pengadaan yang bernilai sampai dengan 2,5 M
Untuk klasifikasi paket usaha dapat kita telusuri pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 sebagai acuan pelaksanaan pengadaan. Pasal 24 ayat 2 berbunyi Pemaketan dilakukan dengan menetapkan sebanyak-banyaknya paket usaha untuk Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil tanpa mengabaikan prinsip efisiensi, persaingan sehat, kesatuan sistem dan kualitas kemampuan teknis.
Paket usaha ini sangat lekat dengan kebijakan umum terkait pemaketan. Seperti tertuang pada pasal 22 ayat 3 tentang rencana umum pengadaan (RUP) dimana pada huruf c angka 1 bahwa salah satu kegiatan RUP adalah Pemaketan Pekerjaan. Kemudian di jelaskan pada Penjelasan Pasal 22 ayat 3 Huruf c Angka 1 bahwa Pemaketan pekerjaan yang dimaksud antara lain menetapkan paket usaha kecil atau non kecil.
Kemudian pada Bab VIII tentang Peran Serta Usaha Kecil tepatnya di Pasal 100 ayat 3 diuraikan bahwa Nilai paket pekerjaan Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/ Jasa Lainnya sampai dengan Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah), diperuntukan bagi Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecilkecuali untuk paket pekerjaan yang menuntut kompetensi teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil.
Kalau dikaitkan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2008 pasal 6 ayat huruf b maka angka 2,5 Milyar ini dikaitkan dengan batasan kemampuan usaha dari usaha kecil yang diukur dari hasil penjualan tahunan. Kalau kita flashback pada Keppres 80 tahun 2003, tentu kita masih ingat bahwa nilai paket pekerjaan yang ditujukan pada usaha kecil maksimal adalah 1 Milyar. Hal ini juga dikaitkan dengan hasil penjualan tahunan yang diatur oleh Undang Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil pada pasal 5 ayat 1 huruf b bahwa kriteria usaha kecil salah satunya adalah memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah). Jadi formulasi dasarnya tidak berbeda.
Kriteria usaha kecil dalam jasa konstruksi maka kita masuk kepada Permen PU 8/PRT/M/2011 sebagaimana dirubah dengan Permen PUPERA Nomor 19/PRT/M/2014 tentang Pembagian Subklasifikasi dan Subkualifikasi Usaha Jasa Konstruksi. Disini Jasa konsultansi dibagi atas sub kualifikasi P, K1, K2, M1, M2, dan B. sedangkan Pelaksana Konstruksi dibagi atas subklasifikasi P, K1, K2, K3, M1, M2, B1, dan B2.
Definisi usaha mikro dan usaha kecil dalam PermenPU 8/2011 adalah K1 dan K2. Sehingga kalau kita lihat pada tabel batasan kekayaan bersih usaha kecil adalah s/d 100juta. K1 maksimal 50 juta dan K2 maksimal 100 juta. Untuk syarat-syarat lain dapat dilihat pada tabel Sub Kualifikasi Jasa Konsultan Permen PU 8/PRT/M/2011 sebagaimana dirubah dengan Permen PUPERA Nomor 19/PRT/M/2014.
Permen PUPERA 14/PRT/M/2014 tidak mengatur secara khusus paket usaha karena secara tegas Perpres 54/2010 telah dengan sangat tegas menentukan batasan paket usaha kecil. Batasan tersebut tertuang salah satunya dalam Perpres 54/2010 sebagaimana diubah dengan perpres 70/2012 pasal 100 ayat 3 bahwa Nilai paket pekerjaan Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya sampai dengan Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah), diperuntukan bagi Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil, kecuali untuk paket pekerjaan yang menuntut kompetensi teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil.
Jika kita sinkronisasi dengan tabel Permen PU 8/PRT/M/2011 sebagaimana dirubah dengan Permen PUPERA Nomor 19/PRT/M/2014 untuk pekerjaan konstruksi Nilai paket pekerjaan Pekerjaan Konstruksi sampai dengan Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah), diperuntukan bagi kualifikasi usaha P,K1,K2 dan K3, kecuali untuk paket pekerjaan yang menuntut kompetensi teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh kualifikasi usaha P,K1,K2 dan K3.
Kebijakan pengadaan sudah tegas dalam Perpres 54/2010, yaitu keberpihakan pada Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil. Sehingga tidak ada proteksi bagi paket usaha non kecil.
Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil tidak boleh dibatasi secara administratif mengerjakan paket usaha dengan nilai berapapun selama mereka mampu. Dalam bahasa peraturan disebutkan selama kompetensi teknis dapat dipenuhi.
Lagi pula kapan lagi Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil dapat berkembang dan bertumbuh menjadi besar kalau ruang gerak dibatasi.
Yang kerap dijadikan pertanyaan kritis adalah tabel Permen PU 8/PRT/M/2011 sebagaimana dirubah dengan Permen PUPERA Nomor 19/PRT/M/2014 dimana dalam tabel terdapat kolom Kolom Kemampuan melaksanakan pekerjaan dan batasan nilai satu pekerjaan diterjemahkan sebagai batasan nilai paket usaha/paket pekerjaan.
Sebenarnya jika kita cermati dengan baik Permen PU 07/PRT/M/2011 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi sebagaimana telah diubah dengan Permen PUPERA 14/PRT/M/2014 dan Permen PU 8/PRT/M/2011 sebagaimana dirubah dengan Permen PUPERA Nomor 19/PRT/M/2014 mengatur dua hal yang berbeda.
Permen PUPERA 14/PRT/M/2014 mengatur tentang paket usaha/paket pekerjaan artinya penetapan pada saat persiapan pemilihan. Sedangkan Permen PU 8/PRT/M/2011 sebagaimana dirubah dengan Permen PUPERA Nomor 19/PRT/M/2014 mengatur tentang sub klasifikasi dan sub kualifikasi penyedia dari sisi pelaksana pemilihan. Sehingga dapat dipahami bahwa Kolom Kemampuan melaksanakan pekerjaan dan batasan nilai satu pekerjaan adalah panduan untuk menilai kompetensi penyedia apakah benar dapat menjadi penyedia untuk paket pekerjaan.
Ilustrasinya untuk paket non kecil pelaksanaan konstruksi diatas 2,5 milyar tidak dibatasi untuk usaha kecil (Permen PUPERA 14/PRT/M/2014). Namun demikian ketika usaha kecil menyampaikan dokumen kualifikasi dan penawaran maka dalam menilai kualifikasi usaha kecil harus mampu menunjukkan bahwa dia mampu melaksanakan paket pekerjaan diatas 2,5 Milyar. Indikatornya adalah KD (Kemampuan Dasar). Ketika unsur KD terpenuhi maka kriteria dalam kolom kemampuan tabel Permen PU 8/PRT/M/2011 sebagaimana dirubah dengan Permen PUPERA Nomor 19/PRT/M/2014 juga pasti terpenuhi. Sehingga ketentuannya tetap bahwa tidak ada batasan Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil mengerjakan paket usaha dengan nilai berapapun selama mereka mampu
KESIMPULAN
Dengan ditetapkannya nilai paket pekerjaan yang ditetapkan sebagai paket usaha kecil adalah maksimal 2,5 Milyar maka nilai paket pekerjaan diatas 2,5 Milyar adalah paket usaha non kecil.
Namun yang perlu dipahami adalah paket usaha berbeda dengan kualifikasi usaha. Paket usaha mengikat pada nilai paket pekerjaan. Sedangkan kualifikasi usaha mengikat pada kriteria kompetensi usaha yang diukur melalui kekayaan bersih dan/atau hasil penjualan tahunan.
Bahwa Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 pasal 100 ayat 3 menyatakan bahwa nilai paket pekerjaan sampai dengan 2,5 M atau paket usaha kecil diperuntukan hanya untuk usaha mikro, kecil dan koperasi kecil. Bukan berarti usaha kecil dilarang menjadi penyedia pada paket usaha non kecil atau paket pekerjaan diatas 2,5 Milyar.
Karena kalimat diperuntukan bukan untuk membatasi kualifikasi usaha tapi membatasi paket usahaPaket Usaha Kecil hanya untuk maksimal kualifikasi usaha kecil, sedangkan paket usaha besar tidak dibatasi. Kualifikasi usaha apapun bisa menjadi penyedia selama memiliki sumber dana dan sumber daya untuk melaksanakan pekerjaan baik secara administratif, teknis dan keuangan.
Lagi pula tidak ada satupun pasal dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 yang secara tersurat maupun tersirat tidak membolehkan usaha kecil untuk bisa memenangkan paket usaha non kecil atau paket pekerjaan diatas 2,5 Milyar. Ketika usaha mikro, kecil dan koperasi kecil berhasil memenangkan kompetisi di dalam paket usaha non kecil, bukankah saat itu usaha kecil sedang bertumbuh menjadi usaha menengah atau besar.
Tidak mungkin negara menghambat perkembangan usaha kecil untuk menjadi lebih maju. Karena sejatinya pembinaan usaha kecil bukan membina usaha kecil untuk tetap kecil selamanya!
Jadi, apa yang membatasi usaha kecil untuk dapat mengikuti pengadaan ?
Yang membatasi bukanlah pada nilai lelangnya, melainkan kompetensi teknis yang dibutuhkan untuk dapat melaksanakan pekerjaan. Kompetensi teknis ini meliputi sumber daya manusia, teknis, modal dan peralatan.
Apakah usaha kecil dapat mengikuti pengadaan di atas 2,5 M ?
Jawabnya adalah boleh, dengan catatan usaha kecil tersebut memenuhi persyaratan SDM, Teknis, Modal dan Peralatan yang dibutuhkan untuk dapat mengikuti pekerjaan.
Oleh sebab itu, mohon panitia pengadaan atau Pokja ULP tidak mengugurkan penyedia yang mendaftar menggunakan SIUP Kecil untuk pengadaan yang diperuntukkan bagi Non Kecil atau menolak pendaftaran dari penyedia tersebut. Silakan dilihat kemampuan teknis dan kualifikasi dari penyedia tersebut, termasuk persyaratan KD untuk Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Lainnya. Apabila setelah dievaluasi ternyata penyedia tersebut mampu melaksanakan, maka dapat tetap mengerjakan pengadaan tersebut.
Kalau demikian, bukankah enak usaha kecil bisa ikut semua lelang sedangkan usaha non kecil hanya bisa ikut yang bernilai di atas 2,5 M saja ? Sebaiknya ijin usaha tetap di usaha kecil saja ah daripada diubah ke usaha non kecil walaupun penjualan tahunan sudah bernilai di atas 2,5 M
Mungkin pernyataan di atas akan muncul setelah membaca paparan ini.
Tapi, agar dapat berpikir kembali, silakan dibaca Pasal 40 UU No. 20 Tahun 2008
Setiap orang yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan mengaku atau memakai nama Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sehingga mendapatkan kemudahan untuk memperoleh dana, tempat usaha, bidang dan kegiatan usaha, atau pengadaan barang dan jasa untuk pemerintah yang diperuntukkan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah). Dengan demikian pertanyaan apakah usaha kecil yang menawar pada paket usaha non kecil wajib memenuhi persyaratan KD dan Sub Bidang Usaha? Maka jawabannya adalah Ya! Karena keterlibatan usaha kecil pada paket usaha non kecil menandakan usaha kecil telah siap untuk naik kelas menjadi usaha non kecil jika berhasil memenangkan paket usaha non kecil. Setidaknya siap untuk bertahan sebagai usaha non kecil satu tahun kedepan, jika menang.
Daftar Pusataka :
  1. http://samsulramli.com/usaha-kecil-mengerjakan-paket-diatas-25-milyar/
  2. http://samsulramli.com/usaha-kecil-dalam-paket-non-kecil/
  3. http://samsulramli.com/ini-tentang-usaha-kecil-konstruksi-yang-menawar-pada-paket-non-kecil/
  4. http://ulp.kaltimprov.go.id/detailpost/usaha-kecil-mengerjakan-paket-diatas-25-milyar
  5. http://www.mudjisantosa.net/2013/06/usaha-kecil-konstruksi-ikut-dalam-paket.html
  6. http://www.khalidmustafa.info/2011/03/16/apakah-usaha-kecil-dapat-mengikuti-pengadaan-di-atas-25-m.php

Iqra dan Lima Hari Sekolah

Oleh : Asma Nadia
REPUBLIKA.CO.ID, “Bacalah” merupakan kata pertama dari firman Allah  saat wahyu turun pada 17 Ramadhan di Gua Hira.  Kata yang mewakili intisari sebuah pendidikan; membaca. Betapa Allah ingin menunjukkan pentingnya pendidikan dalam ajaran Islam.

Di saat bersamaan, tanggal 17 Ramadhan tahun ini, konsep lima hari sekolah dan 40 jam dalam sepekan digodok dan digulirkan.

Lalu pertanyaannya, apakah pendidikan kita telah berkaca pada kata “bacalah”? Sudahkah kita menelaah kurikulum dan memastikan pelajaran yang ada benar-benar bermanfaat bagi kehidupan anak didik?

Indonesia termasuk salah satu negara dengan beban mata pelajaran  yang terlalu banyak untuk dipelajari dan dikuasai, lebih berat dari sebagian besar negara maju. Bahkan  Finlandia, yang disebut sebagai negara dengan pendidikan terbaik dan siswa-siswa terpandai, hanya menerapkan 4 hingga 5 jam sekolah per hari.

Lalu sudahkah para pembuat kurikulum di tanah air benar-benar mengkaji ulang,  jika semua pelajaran tersebut harus dipelajari seluruh siswa? Adakah materi yang bisa dieliminasi dan cukup dipelajari siswa tertentu yang berminat?

Saat ini, seolah kita berputar-putar antara lain pada ide pendidikan penting, tingkatkan anggaran pendidikan, perbaiki fasilitas sekolah, tingkatkan kemampuan dan kesejahteraan guru, imbuhkan pelajaran ini dan itu, tambah jam belajar, namun  lupa pada esesnsi terpenting sebuah ilmu, yaitu  memberi manfaat. 

Ilmu yang penting dipelajari adalah yang bermanfaat dalam kehidupan, atau setidaknya besar kemungkinan teraplikasikan kelak. Bahkan dalam Islam, ilmu hendaknya mampu menambah keimanan serta ketakwaan terhadap Allah SWT. Lalu, apakah benar semua pelajaran  yang masuk kurikulum di tanah air seluruhnya penting dipelajari?

Saya melakukan riset sederhana tentang beberapa mata pelajaran yang ada di sekolah.
Sin, cos, tangen bisa dibilang salah satu yang cukup membuat siswa pusing. Bahkan sebagian pihak menganggap bodoh mereka yang tidak mengerti. 

Dalam sebuah pertemuan dengan seorang dokter  saya sempat menanyakan apakah pernah dalam hidupnya sin, cos, tangen dipakai? Dia menjawab tidak pernah. Pertanyaan senada saya sampaikan kepada rekan yang profesor, insinyur, ilmuwan, menteri, anggota parlemen, dan tentara. Jawabannya sama. Tidak.

Lalu kenapa kita mempelajarinya bila  seumur hidup hampir tidak pernah digunakan?
Ternyata ilmu  tersebut bermanfaat untuk teknologi roket, juga pesawat dan kapal selam.
Baik, terbukti bermanfaat, tapi berapa banyak  ilmuwan roket yang kita butuhkan? Kapal selam, satu pun belum kita buat. Berapa ilmuwan pesawat kita butuhkan? Karena sekarang justru sebagian dari mereka sudah dipecat akibat industri pesawat menurun kapasitasnya.

Lantas, kenapa setiap tahun puluhan juta anak Indonesia harus berkutat dengan pelajaran tersebut jika yang  menerapkan hanya beberapa gelintir. Bukankah itu pemborosan massal? Pemborosan waktu dan tenaga. Anak-anak kita bisa melakukan hal lain yang lebih berguna, sesuai dengan gerak hatinya.

Saya tahu matematika penting, tapi tidak semua harus diajarkan dan dikuasai anak didik. Sebagian bisa dihilangkan, diberikan pada anak-anak yang mempunyai minat khusus. Lebih baik para pelajar sekarang dididik matematika dasar, algoritma dan pemrograman, ilmu komputer dan IT, yag kebutuhan terpakainya tinggi. Pekerjaan apa pun, di mana pun, siapa pun  membutuhkan teknologi informasi. Bahkan, siswa-siswa  kita unggul di bidang IT, bangsa lain bukan cuma respek, tapi juga akan gentar melihat Indonesia.

Saya juga ingat dulu diwajibkan menghapal nama-nama planet, termasuk jumlah satelit bahkan nama satelitnya. Lalu kembali pertanyaan itu menggema di benak saya, kalau sudah hapal lalu apa? Sekadar hapal dan tahu sajakah?
Anak-anak diajarkan  mengenai bagian-bagian tumbuhan, anatomi hewan dan menghapalkan nama latin bermacam tanaman. Padahal ada ilmu yang lebih bermanfaat dan akan selalu terpakai dalam kehidupan tapi kurang mendapat tempat, seperti: ilmu gizi, P3K, pengenalan penyakit dan obat, pengetahuan herbal dan obat tradisional.

Waktu sangat berharga, kita juga wajib memanfaatkan anggaran seefisien mungkin. Berapa triliun harus dibuang untuk membiayai anak-anak agar belajar sesuatu yang kelak  tidak terpakai  dalam kehidupan mereka?
Mungkin pertanyaan yang tepat bukan lagi bicara berapa jam anak-anak kita harus belajar, tapi apa pelajaran yang penting untuk dikuasai  semua siswa, dan mana yang khusus untuk siswa tertentu.

Pemerinta,  pendidik  serta berbagai pihak wajib kembali melakukan iqra terkait pelajaran yang harus dipertahankan, mana yang bisa dieliminasi, dan apa yang bisa ditambah. Hingga akhirnya Iqra kita adalah untuk ilmu yang benar-benar berguna. Sebab bangsa ini butuh banyak perubahan, dan semua bergantung pada seberapa kita sukses menghasilkan generasi yang  mengantongi ilmu yang bisa dimanfaatkan secara nyata untuk kehidupan.

Dikutip dari : http://www.republika.co.id/berita/kolom/resonansi/17/06/16/orn4mz319-iqra-dan-lima-hari-sekolah