Selasa, 04 Desember 2018

AMAN DAN AMANAH DALAM PENGADAAN BARANG JASA PEMERINTAH


Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mempunyai peran penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional untuk peningkatan pelayanan publik dan pengembangan perekonomian nasional dan daerah. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah harus memberikan pemenuhan nilai manfaat yang sebesar-besarnya (value for money) dan kontribusi dalam peningkatan penggunaan produk dalam negeri, peningkatan peran Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah serta pembangunan berkelanjutan. Proses pengadaan Barang / Jasa pemerintah pada dasarnya merupakan penyelenggaraan hukum administrasi negara, yang memungkinkan pelaku administrasi negara untuk menjalankan fungsinya dan melindungi warga terhadap sikap tindak administrasi negara, serta juga melindungi administrasi negara itu sendiri. Bentuk hukum administrasi negara antara lainnya adalah mengenai: Filsafat dan Dasar-Dasar Umum Pemerintahan dan Administrasi Negara; Organisasi Pemerintahan dan Administrasi Negara; Tata Pemerintahan; Kegiatan-kegiatan operasional Administrasi Negara; Administrasi Keuangan Negara; Administrasi Kepegawaian Negara; Badan Usaha Negara; Hukum Perencanaan Negara; Hukum Pengawasan Administrasi Negara; Hukum Kearsipan dan Dokumentasi Negara; Hukum Sensus; dan Statistik Negara.
Proses pengadaan tidak disukai karena yang pertama prosesnya yang membutuhkan waktu dan banyak hal perlu profesional judgement. artinya banyak penafsiran dan peluang untuk menginterpretasikan aturan sehingga rawan disalahkan. Yang kedua, penyusunan perencanaan tidak didasarkan pada kebutuhan (based on need) melainkan semata-mata pada keinginan (based on want). Istilah mudahnya, "Udah beli aja barang A, daripada uang negera tidak terpakai!". Intervensi bentuk seperti ini seringkali menyebabkan proses penganggaran hanya berdasarkan pada keinginan pihak-pihak tertentu. Identifikasi kebutuhan yang seharusnya menjadi dasar penyusunan kegiatan menjadi terabaikan. Yang ketiga, tahap Pemilihan Penyedia (Tender); kadang-kadang terjadi proses pemilihan Penyedia seringkali dianggap hanyalah formalitas. Pemenang tender sebenarnya sudah ada sejak awal. Segala prosedur yang telah dijalankan hanyalah upaya untuk menggugurkan kewajiban saja untuk menggoalkan tujuan. Panitia/Pokja ULP “dipaksa” memutar otak untuk memenangkan “titipan/arahan” dengan segala cara. Pengaturan dalam proses pemilihan Penyediapun dilakukan. Indikasi adanya pengaturan tersebut sebenarnya mudah dikenali. Dan yang keempat honor yang tak sebanding dengan besarnya tanggungjawab, beban dan risiko pekerjaan yang besar sampai dengan kuatnya arus intervensi dari pihak-pihak tertentu.
Integritas seseorang seringkali larut ke dalam intervensi yang dilakukan dari pihak-pihak tertentu. Intevensi sering diartikan sebagai tindakan campur tangan oleh oknum untuk mendapat tujuan tertentu dengan cara yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Bentuk bentuk intervensi yang sering terjadi dalam proses Pengadaan Barang/Jasa, salah satunya tekanan untuk memenangkan Penyedia tertentu. Dan inilah yang sering terjadi. Istilah yang umumnya digunakan adalah “arahan/titipan” yang dibalut dengan kata “Kebijakan”. Semua pihak yang terlibat seakan dipaksa untuk mengamini sekaligus mengamankan "kebijakan" tersebut. Bagi PNS yang tidak mengikuti "kebijakan" tersebut dapat dianggap sebagai tindakan yang tidak loyal. Akibatnya bagi seorang PNS bisa saja dipindahtugaskan (mutasi) bahkan dibebastugaskan (non job) jikalau mereka melawan arus "Kebijakan" semu tersebut. Loyalitas seringkali disalahtafsirkan sebagai sikap sesorang yang harus tunduk dan mengikuti apapun perintah atasan termasuk menabrak aturan sekalipun.
Oleh karena itu dalam melaksanakan proses pengadaan barang/jasa Pemerintah, kita harus menimbang dan menakar tindakan kita sesuai dengan yang tercantum dalam Perpres Nomor 16 Tahun 2018 Bab II yang meliputi tujuan, prinsip dan etika pengadaan barang/jasa. Tujuan pengadaan barang/jasa sesuai dengan Pasal 4 yaitu :
a.   menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang dibelanjakan, diukur dari aspek kualitas, jumlah, waktu, biaya, lokasi, dan Penyedia;
b.     meningkatkan penggunaan produk dalam negeri;
c.      meningkatkan peran serta Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah;
d.     meningkatkan peran pelaku usaha nasional;
e.      mendukung pelaksanaan penelitian dan pemanfaatan barang/jasa hasil penelitian;
f.       meningkatkan keikutsertaan industri kreatif;
g.     mendorong pemerataan ekonomi; dan
h.     mendorong Pengadaan Berkelanjutan
Di dalam Pasal 6 disebutkan prinsip pengadaan barang/jasa adalah : efektif, efisien, transparan, terbuka, bersaing, adil dan akuntabel. Disamping itu ada etika pengadaan barang/jasa yang harus dipatuhi yaitu:
a.  melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran, dan ketepatan tujuan Pengadaan Barang/Jasa;
b.   bekerja secara profesional, mandiri, dan menjaga kerahasiaan informasi yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah penyimpangan Pengadaan Barang/Jasa;
c.   tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat persaingan usaha tidak sehat;
d.  menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan tertulis pihak yang terkait;
e.     menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang berakibat persaingan usaha tidak sehat dalam Pengadaan Barang/Jasa;
f.       menghindari dan mencegah pemborosan dan kebocoran keuangan negara;
g.     menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi; dan
h.   tidak menerima, tidak menawarkan, atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat, dan apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa.
Yang tidak kalah pentingnya, sebelum bertindak atau berbuat sesuatu, kita sudah mempunyai suatu kesadaran atau pengetahuan umum bahwa ada yang baik dan ada yang buruk. Setiap orang memiliki kesadaran moral tersebut, walaupun kadar kesadarannya berbeda-beda. Pada saat-saat menjelang suatu tindakan etis, pada saat itu kata hati akan mengatakan perbuatan itu baik atau buruk. Jika perbuatan itu baik, kata hati muncul sebagai suara yang menyuruh. Namun, jika perbuatan itu buruk, kata hati akan muncul sebagai suara yang melarang. Sesudah suatu tindakan atau perbuatan, maka kata hati muncul sebagai “hakim” yang memberi vonis. Untuk perbuatan yang baik, kata hati akan memuji, sehingga membuat orang merasa bangga dan bahagia. Namun, jika perbuatan itu buruk atau jahat, maka kata hati akan mencela/menyalahkan, sehingga orang merasa gelisah, malu, menyesal, putus asa, dsb.
Perintah atasan yang tidak sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan wajib hukumnya untuk tidak dilaksanakan. Hanyalah orang-orang berintegritas yang punya keberanian untuk “melawan” "kebijakan" yang salah tersebut. Itulah salah satu alasan mengapa integritas merupakan persyaratan pertama yang harus dipenuhi oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa. Integritas salah satu faktor utama yang dapat menafikan intervensi. Harus diingat bahwa para pejabat pengelola Pengadaan Barang/Jasa (PBJ) maupun pengelola keuangan negara mempunyai tugas dan kewenangannya masing-masing. Pada suatu saat para pihak yang terlibat akan dimintai pertanggungjawaban sesuai dengan tugas dan kewenangannya tersebut. Di Republik ini masih banyak orang benar dan punya integritas. Namun tidak sedikit orang benar yang berada di tempat, waktu, dan sistem yang salah akhirnya bermasalah karena tidak mampu mempertahankan kekokohan integitasnya. Kita berharap semoga ke depannya semakin banyak orang baik yang mengisi birokrasi di Republik ini. Untuk pedoman kita agar dapat melaksanakan pengadaan barang/jasa dengan aman dan amanah kita harus selalu ingat bahwa segala amal perbuatan yang kita lakukan (apakah itu kebaikan maupun kejahatan) akan mendapatkan balasan dari Allah Ta’ala sekecil apapun itu, walau seberat biji sawi. Sebagaimana firmanNya: “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya. Dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula”. (Q.S. Al Zalzalah: 7 – 8)
Ada beberapa upaya yang bisa dilakukan agar bisa amanah dalam menjalankan tugas yang dipercayakan kepada kita, diantaranyayaitu:jujur, ikhlas, kerja kerasuntuk memberikan dan melakukan yang terbaik, bertanggung jawab dan kesatria berani menerima resiko apapun sebagai konsekwensi dari sikap amanah yang diambilnya.
Amanah dalam melaksanakan tugas yang diamanahkan seharusnya menjadi karakter bagi setiap Muslim. Apapun dan dimanapun posisi kita, kita harus tetap bisa amanah, jujur dan bertanggung jawab dengan tugas yang dipercayakankepada kita. Semoga Allah meridhoi segala apa yang kita lakukan dan upayakan. Selagi kita masih diberi waktu dan kesempatan, mari kita berikan yang terbaik untuk masyarakat, agama, negara dan bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar