Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mempunyai peran
penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional untuk peningkatan pelayanan
publik dan pengembangan perekonomian nasional dan daerah. Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah harus memberikan pemenuhan nilai manfaat yang sebesar-besarnya (value for money) dan kontribusi dalam
peningkatan penggunaan produk dalam negeri, peningkatan peran Usaha Mikro,
Usaha Kecil, dan Usaha Menengah serta pembangunan berkelanjutan. Proses
pengadaan Barang / Jasa pemerintah pada dasarnya merupakan penyelenggaraan
hukum administrasi negara, yang memungkinkan pelaku administrasi negara untuk
menjalankan fungsinya dan melindungi warga terhadap sikap tindak administrasi
negara, serta juga melindungi administrasi negara itu sendiri. Bentuk hukum
administrasi negara antara lainnya adalah mengenai: Filsafat dan Dasar-Dasar
Umum Pemerintahan dan Administrasi Negara; Organisasi Pemerintahan dan
Administrasi Negara; Tata Pemerintahan; Kegiatan-kegiatan operasional
Administrasi Negara; Administrasi Keuangan Negara; Administrasi Kepegawaian
Negara; Badan Usaha Negara; Hukum Perencanaan Negara; Hukum Pengawasan
Administrasi Negara; Hukum Kearsipan dan Dokumentasi Negara; Hukum Sensus; dan
Statistik Negara.
Proses pengadaan tidak disukai karena yang pertama prosesnya
yang membutuhkan waktu dan banyak hal perlu profesional judgement. artinya banyak penafsiran dan peluang untuk
menginterpretasikan aturan sehingga rawan disalahkan. Yang kedua, penyusunan
perencanaan tidak didasarkan pada kebutuhan (based
on need) melainkan semata-mata pada keinginan (based
on want). Istilah mudahnya, "Udah beli aja barang A, daripada
uang negera tidak terpakai!". Intervensi bentuk seperti ini
seringkali menyebabkan proses penganggaran hanya berdasarkan pada keinginan
pihak-pihak tertentu. Identifikasi kebutuhan yang seharusnya menjadi dasar
penyusunan kegiatan menjadi terabaikan. Yang ketiga, tahap Pemilihan Penyedia
(Tender); kadang-kadang terjadi proses
pemilihan Penyedia seringkali dianggap hanyalah formalitas. Pemenang tender
sebenarnya sudah ada sejak awal. Segala prosedur yang telah dijalankan hanyalah
upaya untuk menggugurkan kewajiban saja untuk menggoalkan tujuan.
Panitia/Pokja ULP “dipaksa” memutar otak untuk memenangkan “titipan/arahan”
dengan segala cara. Pengaturan dalam proses pemilihan Penyediapun dilakukan.
Indikasi adanya pengaturan tersebut sebenarnya mudah dikenali. Dan yang keempat honor
yang tak sebanding dengan besarnya tanggungjawab, beban dan risiko pekerjaan
yang besar sampai dengan kuatnya arus intervensi dari pihak-pihak tertentu.
Integritas
seseorang seringkali larut ke dalam intervensi yang dilakukan dari pihak-pihak
tertentu. Intevensi sering diartikan sebagai tindakan campur tangan oleh oknum
untuk mendapat tujuan tertentu dengan
cara yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Bentuk bentuk intervensi
yang sering terjadi dalam proses Pengadaan Barang/Jasa, salah satunya tekanan untuk
memenangkan Penyedia tertentu. Dan inilah yang sering terjadi. Istilah yang
umumnya digunakan adalah “arahan/titipan” yang dibalut dengan kata “Kebijakan”. Semua pihak yang terlibat seakan
dipaksa untuk mengamini sekaligus mengamankan
"kebijakan" tersebut. Bagi PNS yang tidak mengikuti
"kebijakan" tersebut dapat dianggap sebagai tindakan yang tidak loyal.
Akibatnya bagi seorang PNS bisa saja dipindahtugaskan (mutasi) bahkan
dibebastugaskan (non job) jikalau mereka melawan arus
"Kebijakan" semu tersebut. Loyalitas seringkali disalahtafsirkan
sebagai sikap sesorang yang harus tunduk dan mengikuti apapun perintah atasan
termasuk menabrak aturan sekalipun.
Oleh karena itu dalam melaksanakan proses pengadaan
barang/jasa Pemerintah, kita harus menimbang dan menakar tindakan kita sesuai
dengan yang tercantum dalam Perpres Nomor 16 Tahun 2018 Bab II yang meliputi
tujuan, prinsip dan etika pengadaan barang/jasa. Tujuan pengadaan barang/jasa
sesuai dengan Pasal 4 yaitu :
a. menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang
yang dibelanjakan, diukur dari aspek kualitas, jumlah, waktu, biaya, lokasi,
dan Penyedia;
b. meningkatkan penggunaan produk dalam negeri;
c. meningkatkan peran serta Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan
Usaha Menengah;
d. meningkatkan peran pelaku usaha nasional;
e. mendukung pelaksanaan penelitian dan pemanfaatan
barang/jasa hasil penelitian;
f. meningkatkan keikutsertaan industri kreatif;
g. mendorong pemerataan ekonomi; dan
h. mendorong Pengadaan Berkelanjutan
Di dalam Pasal 6 disebutkan prinsip pengadaan
barang/jasa adalah : efektif, efisien, transparan, terbuka, bersaing, adil dan
akuntabel. Disamping itu ada etika pengadaan barang/jasa yang harus dipatuhi
yaitu:
a. melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa
tanggung jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran, dan ketepatan tujuan
Pengadaan Barang/Jasa;
b. bekerja secara profesional, mandiri, dan menjaga
kerahasiaan informasi yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah
penyimpangan Pengadaan Barang/Jasa;
c. tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak
langsung yang berakibat persaingan usaha tidak sehat;
d. menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan
yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan tertulis pihak yang terkait;
e. menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan
kepentingan pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang
berakibat persaingan usaha tidak sehat dalam Pengadaan Barang/Jasa;
f. menghindari dan mencegah pemborosan dan kebocoran
keuangan negara;
g. menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang
dan/atau kolusi; dan
h. tidak menerima, tidak menawarkan, atau tidak
menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat, dan apa
saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan
dengan Pengadaan Barang/Jasa.
Yang tidak kalah pentingnya,
sebelum bertindak atau berbuat sesuatu, kita
sudah mempunyai suatu kesadaran atau pengetahuan umum bahwa ada yang baik dan
ada yang buruk. Setiap orang memiliki kesadaran moral tersebut, walaupun kadar
kesadarannya berbeda-beda. Pada
saat-saat menjelang suatu tindakan etis, pada saat itu kata hati akan
mengatakan perbuatan itu baik
atau buruk. Jika perbuatan itu baik, kata hati muncul sebagai suara yang
menyuruh. Namun, jika perbuatan itu buruk, kata hati akan muncul sebagai suara
yang melarang. Sesudah suatu tindakan atau perbuatan, maka kata hati muncul
sebagai “hakim” yang memberi vonis. Untuk perbuatan yang baik, kata hati akan
memuji, sehingga membuat orang merasa bangga dan bahagia. Namun, jika perbuatan
itu buruk atau jahat, maka kata hati akan mencela/menyalahkan, sehingga orang
merasa gelisah, malu, menyesal, putus asa, dsb.
Perintah
atasan yang tidak sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan wajib hukumnya
untuk tidak dilaksanakan. Hanyalah orang-orang berintegritas yang punya
keberanian untuk “melawan” "kebijakan" yang salah tersebut. Itulah
salah satu alasan mengapa integritas merupakan persyaratan pertama yang harus
dipenuhi oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa. Integritas salah satu faktor
utama yang dapat menafikan intervensi. Harus
diingat bahwa para pejabat pengelola Pengadaan Barang/Jasa (PBJ) maupun
pengelola keuangan negara mempunyai tugas dan kewenangannya masing-masing. Pada
suatu saat para pihak yang terlibat akan dimintai pertanggungjawaban sesuai
dengan tugas dan kewenangannya tersebut. Di
Republik ini masih banyak orang benar dan punya integritas. Namun tidak sedikit
orang benar yang berada di tempat, waktu, dan sistem yang salah akhirnya
bermasalah karena tidak mampu mempertahankan kekokohan integitasnya. Kita
berharap semoga ke depannya semakin banyak orang baik yang mengisi birokrasi di
Republik ini. Untuk pedoman kita
agar dapat melaksanakan pengadaan barang/jasa dengan aman dan amanah kita harus
selalu ingat bahwa segala amal perbuatan yang kita lakukan (apakah itu kebaikan
maupun kejahatan) akan mendapatkan balasan dari Allah Ta’ala sekecil apapun
itu, walau seberat biji sawi. Sebagaimana firmanNya: “Barangsiapa yang
mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya.
Dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan
melihat (balasan)nya pula”. (Q.S. Al Zalzalah: 7 – 8)
Ada beberapa upaya yang bisa dilakukan agar bisa
amanah dalam menjalankan tugas yang dipercayakan kepada kita,
diantaranyayaitu:jujur, ikhlas, kerja kerasuntuk memberikan dan melakukan yang
terbaik, bertanggung jawab dan kesatria berani menerima resiko apapun sebagai
konsekwensi dari sikap amanah yang diambilnya.
Amanah dalam melaksanakan tugas yang diamanahkan
seharusnya menjadi karakter bagi setiap Muslim. Apapun dan dimanapun posisi
kita, kita harus tetap bisa amanah, jujur dan bertanggung jawab dengan tugas
yang dipercayakankepada kita. Semoga Allah meridhoi segala apa yang kita
lakukan dan upayakan. Selagi kita masih diberi waktu dan kesempatan, mari kita
berikan yang terbaik untuk masyarakat, agama, negara dan bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar