Cemburu
(Al-Ghairah)
Cemburu
ialah kebencian seseorang untuk disamai dengan orang lain dalam hak-haknya, dan
itu merupakan salah satu akibat dari buah cinta. Maka tidak ada cemburu kecuali
bagi orang yang mencintai. Dan cemburu itu termasuk sifat yang baik dan bagian
yang mulia, baik pada laki-laki atau wanita. Adapun kecemburuan seorang
laki-laki pada keluarganya dan kehormatannya, maka hal tersebut ‘dituntut dan
wajib’ baginya karena termasuk kewajiban seorang laki-laki untuk cemburu pada
kehormatannya dan kemuliaannya. Dan dengan adanya kecemburuan ini, akan menolak
adanya kemungkaran di keluarganya. Adapun contoh kecemburuan dia pada isteri
dan anak-anaknya, yaitu dengan cara tidak rela kalau mereka telanjang dan
membuka tabir di depan laki-laki yang bukan mahramnya, bercanda bersama mereka,
hingga seolah-olah laki-laki itu saudaranya atau anak-anaknya.
Anehnya
bahwa kecemburuan seperti ini, di jaman kita sekarang dianggap ekstrim-fanatik,
dan lain-lain. Akan tetapi akan hilang keheranan itu ketika kita sebutkan bahwa
manusia di jaman kita sekarang ini telah hidup dengan adat barat yang jelek.
Dan maklum bahwa masyarakat barat umumnya tidak mengenal makna aib, kehormatan
dan tidak kenal kemuliaan, karena serba boleh (permisivisme), mengumbar
hawa nafsu kebebasan saja. Maka orang-orang yang mengagumi pada akhlaq-akhlaq
barat ini tidak mau memperhatikan pada akhlaq Islam yang dibangun atas dasar
penjagaan kehormatan, kemuliaan dan keutamaan.
Sesungguhnya
Rasulullah Saw telah mensifati seorang laki-laki yang tidak cemburu pada
keluarganya dengan sifat-sifat yang jelek, yaitu ‘Dayyuuts’.
Sungguh ada dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabraani dari Amar
bin Yasir r.a, serta dari Al-Hakim, Ahmad dan Baihaqi dari Abdullah bin Amr r.a, dari
Nabi Saw bahwa ada tiga golongan yang tidak akan masuk surga yaitu
peminum khomr, pendurhaka orang tua dan dayyuts.
Kemudian Nabi menjelaskan tentang dayyuts, yaitu orang yang membiarkan
keluarganya dalam kekejian atau kerusakan, dan keharaman atau
suami/kepala keluarga yang tidak cemburu terhadap istrinya. Suami dituntut
untuk memiliki cemburu kepada istrinya agar terjaga rasa malu dan kemuliaannya.
Cemburu ini merupakan fitrah manusia dan termasuk akhlaq mulia. Cemburu ini
dapat menjaga dan melindungi harga diri dan keluarga dari tindakan melanggar
syariat. Kerusakan akhlaq dan moral atas nama modernitas telah mengikis rasa
cemburu ini. Suami tidak lagi sensitif dengan penampilan istri yang mencolok,
busana yang tidak menutup aurat, istrinya digoda orang lain, istrinya
berkhalwat dengan pria lain.
Sa’ad
bin Ubadah ra berkata: “Seandainya aku melihat seorang pria bersama
istriku, niscaya aku akan menebas pria itu dengan pedang." Nabi saw
bersabda: “Apakah kalian merasa heran dengan cemburunya Sa`ad? Sungguh aku
lebih cemburu daripada Sa`ad dan Allah lebih cemburu daripadaku”(HR Bukhari
Muslim).
"Sesungguhnya
Allah cemburu, orang beriman cemburu, dan cemburuNya Allah jika seorang Mu'min
melakukan apa yang Allah haramkan atasnya" (HR. Imam
Ahmad, al-Bukhari dan Muslim).
Maksiat menyebabkan rasa cemburu
tereduksi dari hati seseorang
Jika rasa cemburu hilang, kecintaan orang terhadap sesuatu
akan dipertanyakan. Tetapi, ternyata hakikat cemburu dalam Islam lebih mulia
dan bernilai transendental ketimbang cemburu yang kerap dimaknai salah oleh
orang yang sedang dimabuk cinta. Sebuah risalah sederhana yang ditulis Syekh Ibrahim bin Muhammad
al-Haqil menguraikan tentang ihwal cemburu menurut Islam. Lewat karyanya yang
berjudul Al-Ghirah
Baina as-Syar'i wa al-Waqi', Ibrahim hendak menegaskan hakikat
perasaan cemburu itu. Menurut Islam, cemburu sama sekali bersih dan terjauh
dari birahi dan nafsu duniawi. Cemburu—dalam
bahasa Arab memakai kata ghirah—yang dimaksud ialah kala seseorang menyaksikan
sendi-sendi dan ajaran agama dilecehkan dan tidak diindahkan, hatinya tergugah
dan berontak. Seorang
mukmin sejati akan merasa cemburu dan tak nyaman ketika melihat
larangan-larangan Allah SWT justru banyak dilanggar. “Inilah hakikat cemburu,”
tulis Ibrahim. Minimnya rasa cemburu itu dari seorang mukmin menunjukkan
lemahnya frekuensi iman yang dimiliki. Karena, seperti penegasan hadis riwayat
Bukhari Muslim dari Abu Hurairah, sesungguhnya Allah akan “cemburu”, demikian
pula seyogianya seorang mukmin. “Kecemburuan” Allah itu tatkala
larangan-larangan-Nya diabaikan. Rasulullah SAW merupakan sosok mukmin yang
paling memiliki rasa cemburu dalam arti syar'i. Ini ditegaskan dalam hadis
riwayat Muslim dari Abu Hurairah. Rasul menegaskan, dirinya merupakan figur
“pencemburu” dalam pengertian syar'i. “Dan Allah lebih 'pencemburu' lagi,”sabda Rasul. Dan, para sahabat
merupakan generasi berikutnya yang “mewarisi” rasa tersebut secara kental.
Perasaan cemburu itu, sangat urgen dalam Islam. Cemburu dalam
pengertian syar'i itu mendatangkan kebaikan dan menghalangi keburukan. Rasa ini
juga akan menciptakan suasana yang kondusif dan kontrol sosial yang tinggi di
masyarakat mendatangkan kebaikan dan menghalangi keburukan.
Nurani
mana yang tega saat maksiat bertebaran di sekitarnya. Perlu ada aksi konkret
dengan berbagai tahapannya, seperti dakwah dengan lisan, keteladanan, atau
upaya persuasif lainnya. Bila perlu represif, dengan menjunjung tinggi aturan
dan norma hukum yang berlaku di masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan
tegas oleh Abu Bakar kala memerangi golongan orang-orang yang murtad dan
menolak membayar zakat. Ketika Umar bin Khatab mencoba menenangkan sahabatnya
itu, Abu Bakar marah. “Hai Umar, jawablah: ‘Apa kita harus bersikap keras
semasa Jahiliyah dan justru lembek sewaktu Islam?” Diakui, tak semua orang
mempunyai rasa cemburu itu. Ada saja kelompok yang justru terjebak dalam jurang
kemaksiatan. Larangan-larangan Allah tak lagi mereka indahkan. Tak ada lagi
batasan halal dan haram. Dan, ini mereka jadikan sebagai jalan hidup. Merugilah
mereka.
“Dan,
apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata: ‘Kami mendapati nenek
moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami
mengerjakannya.’ Katakanlah: ‘Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan)
perbuatan yang keji.’ Mengapa kamu mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak
kamu ketahui?” (QS al-A'raf [7]:28).
Faktor penyebab penyusutan atau bahkan hilangnya rasa cemburu itu, antara lain,
tindakan dosa dan maksiat. Ini kaitannya dengan frekuensi keimanan seseorang
yang akan menambah saat tak bermaksiat dan akan terdegradasi akibat perbuatan
dosa.
Ibn
al-Qayim dalam kitabnya yang berjudul Ad-Daa' wa ad-Dawaa'mengatakan,
salah satu dampak dari perbuatan dosa, yakni memadamkan api kecemburuan dalam
hati, padahal api tersebut merupakan senyawa penting untuk keberlangsungan
hidupnya, seperti peran krusial suhu panas untuk tubuh manusia. Suhu panas
cemburu mengeluarkan dan mencegah tindakan dan sikap keji. Maka, penting
menjaga agar suhu panas cemburu itu tetap bertahan dalam hati. Membiarkannya
padam hanya akan mengantarkan seseorang ke arah jalan yang tak menentu. Dan,
sebab itu berdoalah agar Allah SWT senantiasa melimpahkan hidayah-Nya.
Bahayanya Cemburu Buta (Berlebihan)
Rasulullah
bersabda: “Rasa cemburu ada yang disukai Allah dan ada pula yang tidak
disukai-Nya. Kecemburuan yang disukai Allah adalah yang disertai alasan yang
benar. Sedangkan yang dibenci ialah yang tidak disertai alasan yang benar
(cemburu buta).” (HR. Abu Daud).
Menurut Mu’awiyah terdapat tiga macam kemuliaan, yaitu sifat pemaaf, mampu
menahan lapar dan tidak berlebihan dalam memiliki rasa cemburu buta, karena
berlebihan itu merupakan hal melampaui batas dan merupakan suatu kezhaliman
terhadap pasangannya. Ciri cemburu buta: memonitor pasangan setiap waktu
(kemana, dengan siapa, sedang apa), tidak mau mengakui kesalahan, tidak tenang,
ingin selalu diajak ke mana pun dan kapan pun, kasar (sering marah, berteriak,
memukul, merusak barang). Cemburu buta itu merugikan, menyiksa jiwa, merusak
kehidupan rumah tangga, mendorong pelanggaran syariat, seperti banyak mengeluh,
mencela, berprasangka buruk sehingga menuduh orang yang tidak bersalah, curiga
terhadap sesuatu yang belum jelas dan pasti, rasa was-was yang berasal dari
setan (QS. An-Naas:3-6). Allah swt berfirman, “Yang demikian itu
adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada ketentuan (syariat) yang
diturunkan Allah sehingga Allah membinasakan amal-amal mereka.” (QS. Muhammad:
9).
Tips Mengatasi Cemburu Buta
Penyebab
timbulnya cemburu buta adalah: lemahnya iman dan lalai dari mengingat Allah
swt, godaan provokasi setan, hati yang berpenyakit, hanya fokus pada kekurangan
pasangan, rasa minder dan kurang percaya diri, kurang menjaga syariat yang
berkaitan dengan pergaulan pria dan wanita. Bisa juga pengalaman masa lalu yang
kurang perhatian dari orang terdekatnya, atau terlalu dimanja. Akibatnya,
setelah menikah ingin mendapatkan perhatian yang berlebihan dari pasangannya.
Cara mengatasi cemburuan buta: bertakwa kepada Allah swt, tenangkan hati dengan
zikrulloh, bersihkan jiwa dari cemburu buta, jauhi perilaku menyakiti hati
pasangan, mengumpulkan pahala yang besar dalam bersabar mengendalikan cemburu,
menjauhi pergaulan yang buruk, berprasangka baik(positif thinking), hitung
semua kebaikan pasangan, bersikap qana’ah (menerima segala
ketentuan Allah swt dengan lapang dada), selalu mengingat kematian dan hari
akhirat, berdoa mohon pertolongan Allah swt, sibukkan diri dengan amal sholeh,
bangun kepercayaan dan keterbukaan terhadap pasangan, telfon monitoring yang
berkali-kali jawablah sekali saja dengan tegas dan lugas lalu matikan, saling
memberikan pujian pada pasangan. Wallahu a’lam.
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar